Kamis, 28 Februari 2013

Cuap-cuap Santai

Siapa bilang sih, jadi remaja SMA itu enak banget?

Kelihatannya sih, emang seru banget. Setiap hari bercanda-tawa bersama teman-teman di sekolah, ribut di kelas, bergurau dengan guru, main beramai-ramai sepulang sekolah, mengerjakan PR bersama-sama, tidur hingga larut malam, bergadang karena mengerjakan tugas (gak bisa atur waktu dengan baik, sih!), hang out bersama teman-teman... Itu semua adalah kegiatan yang pada umumnya dicintai oleh remaja-remaja SMA.

Memang gak bisa dipungkiri bahwa semua hal yang di atas itu penuh dengan warna-warna ceria. Namun, pasti selalu ada nyelip warna-warna mendung atau gelap untuk menyadarkan kita lebih memaknai kehidupan ini.

Sederhana saja, siapa sih, anak SMA yang gak pernah galau soal jurusan? (kalo gak pernah, nasib aja, deh!) :p
Pasti tiap kita memiliki impian dan mimpi masing-masing. Ada di antara kita yang bisa galau sampai nangis-nangis, ada juga yang santai aja seiring berjalannya waktu yakin akan menemukan jurusan yang tepat, atau pilih aja yang mayoritas orang pilih.

Galau bisa khawatir, bisa juga takut. Galu bisa bimbang, bisa juga sedih. Khawatir diri ini mau menjadi apa, takut tidak mampu menghadapi jenjang kehidupan selepas SMA, bimbang memilih jurusan apa, sedih karena merasa diri biasa-biasa aja atau tidak bisa melihat dan mengerti kelebihan diri sendiri.

Hal lain yang gak kalah membuat remaja SMA galau itu adalah cinta (romansa remaja) dan pertemanan (teman SMA biasanya membekas sampai kita dewasa nanti). Mungkin udah basi kalo ngomongin soal cinta cinta cinta. Soal pertemanan? Dua hal itu klise banget.

Tiga hal itu klise, sih. Jurusan, cinta, dan pertemanan.
Tetapi jujur aja, ketiga hal itu benar-benar mewarnai hidup semasa SMA. :D
Soo.... "Bermimpilah, dan kejarlah mimpimu itu! Jalan yang kau lalui akan bergelombang dan berbatu-batu. Namun, dengan tekad dan keyakinan yang kuat, pasti kau bisa melewatinya demi mencapai mimpimu! Raih mimpimu! Berusaha hingga mendekati limitmu, dan dobrak!"

Jadi, menjadi remaja SMA itu enak dan gak enak, lah. Yang pasti seru dan tak terlupakan! :)


Dia dan yang Lain

Dia itu berbeda.
Dia adalah satu-satunya sosok yang sampai sekarang belum tergantikan di dalam hati kecil ini.
Dia itu menakjubkan, sekaligus payah.
Dia adalah satu-satunya langit yang memiliki kecerahan dan kemendungan yang membaur menjadi suatu citra kehidupan yang manis dan pahit.
Dia adalah 'dia' yang selalu bisa menggali hal-hal mendasar di dunia ini, mengacak-acakan kehidupan seseorang, mencerahkan dan menggelapkan hati ini, dan menyuarakan hidup yang penuh pertanyaan.

Ibarat langit, dia memiliki awan putih dan warna murninya sendiri.
Ibarat sebuah bintang, dia memiliki cahaya dan ledakannya sendiri.
Ibarat sebuah planet, dia memiliki atmosfernya sendiri yang menyesakkan sekaligus melindungi dirinya.
Ibarat sebuah tata surya, dia memiliki pusat yang disenangi galaksi yang ditempatinya.
Ibarat sebuah galaksi, dia memiliki bentuk dan pendarannya sendiri.

Semua tentang dia itu serba unik. Ada yang menyenangkan, tetapi juga menyedihkan. Ada yang mengagumkan, tetapi juga memilukan. Ada yang manis, tetapi juga pahit. Tidak ada yang lain seperti dia. Mirip pun tidak.

Kami menggali dan menggarap.
Kami tersenyum dan menangis.
Kami tertawa dan membisu.
Kami terkait dan berselisih.
Kami dekat dan jauh.

Terhadap yang lain, aku tidak pernah merasakan hal ini sebelumnya. Hanya terhadap dia. Hanya kepadanya seorang.
Kepadanya, kurasakan sebuah kekaguman dan keengganan.

Dengan yang lain, aku tidak pernah memiliki berbagai hal ini. Hanya dengan dia. Hanya bersamanya seorang.
Bersamanya, aku bisa memikirkan hal-hal yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.
Bersamanya, aku bisa mengutarakan segala pikiran yang pada umumnya tidak dipikirkan manusia seumuran kami.
Bersamanya, aku belajar berbagai hal baru mengenai pahit dan manisnya kehidupan.
Bersamanya, aku bisa memiliki sebutir debu yang kuanggap lebih berharga daripada sebongkah berlian.

Dia adalah kekaburan yang tak tergantikan, dan yang lain adalah ketegasan biasa.


Minggu, 24 Februari 2013

Primavera




Primavera (Love and the Gods) adalah salah satu dari serangkaian karya mitologis dari seorang pelukis Italia pada zaman awal Renaissance, Sandro Boticelli, pada tahun 1482. Boticelli lahir di Florence pada tahun 1440 dan berada di bawah pengaruh Fra Filippo Lippi. Ia adalah pelukis aliran kekristenan yang mencoba jalan baru, melukis tokoh-tokoh mitologi Yunani.

Lukisan Primavera sendiri menggambarkan suatu perayaan akan tibanya musim semi dan dipenuhi dengan simbol-simbol atau beberapa tokoh mitologi Yunani. Ada 9 tokoh mitologi Yunani pada lukisan ini, yaitu Venus (Dewi Cinta) berada di tengah lukisan, Flora (Dewi Bunga dan Musim Semi) yang berada di samping kiri Venus dan sekujur tubuhnya dibalut dengan karangan bunga, Chloris (Nymph) yang sedang dirayu oleh Zephyr (Dewa Angin) yang penuh gairah padanya, The Three Graces yang tampak sedang menari di sebelah kanan Venus, Mercury (Kurir dari para dewa) sebagai penjaga taman dari penyusup dan yang sedang mengamati buah jeruk sambil berdiri di sebelah The Three Graces, dan Cupid (anak dari Venus) yang sedang membidik dengan panah cintanya ke arah The Three Graces. Diperkirakan terdapat 170 spesies bunga dalam lukisan ini.

Pada lukisan ini, Flora dan Chloris adalah individu yang sama. Menurut mitologi Yunani, Chloris berubah menjadi Flora setalah diperkosa oleh Zephyr. Chloris, seorang nymph, melambangkan keanggunan dan kecantikan istimewa dari Venus. Venus, pada lukisan ini, ditafsirkan terlihat mirip seperti The Virgin Marry.

Lukisan Primavera ini dipesan oleh Lorenzo di Pierfrancesco de’ Medici untuk perayaan pernikahannya dengan Seramide. Keduanya menikah di usia yang masih belia dan belum mengenal satu sama lain secara menyeluruh. Lalu, mengapa ada unsur pemerkosaan yang dilakukan oleh Zephyr terhadap Chloris dalam lukisan yang dihadiahkan sebagai perayaan pernikahan ini? Zephyr dan Nymph melambangkan di dalam cinta atau pernikahan, ada dominasi laki-laki dan perempuannya tersendiri. Laki-laki dan perempuan memiliki peran masing-masing dalam percintaan dan memiliki tempat tersendiri untuk didominasi. Hal ini dimaksudkan untuk mengingatkan kedua pengantin muda itu.

Tekni yang digunakan untuk melukis Primavera adalah ‘egg tempera’. Egg tempera adalah suatu cara melukis dengan menggunakan kuning telur murni yang dicampur dengan warna pada cat. Biasanya untuk mewarnai kulit, didasari oleh warna ocre terlebih dahulu, lalu ditimpa dengan warna putih yang dicampur dengan kuning telur. Penggunaan kuning telur membuat warna kulit manusia pada lukisan terlihat lebih nyata, halus seperti menembus sampai kemerahan semu warna daging di balik kulit.

Primavera, lukisan ini tidak hanya menggambarkan keindahan estetis, tetapi juga keindahan secara intelektual. Bunga-bunga yang bermekaran yang tampak pada lukisan ini, ternyata tidak semuanya bermekaran pada musim yang sama. Ada jenis-jenis bunga yang bermekaran pada musim semi, musim dingin, dan lain-lain. Maka, terdapat unsur percampuran musim pada lukisan ini.

Setelah kematian Boticelli, lukisan Primavera disimpan secara pribadi dan khusus oleh keluarga de’ Medici selama beberapa puluh tahun.
                  

Berlapis-Lapis Hingga Kehilangan Alasnya

Sudah sangat sering kita mendengar perihal tentang ketidakadilan dalam pemerintahan dan kehidupan masyarakat Indonesia. Berita-berita berisi permasalahan rakyat menghantui media massa. Pers tidak henti-hentinya meliput kasus-kasus gelap pemerintahan yang memang berkepanjangan dan lucunya, tidak ada penyelesaian yang adil dan pasti. Bahkan, mungkin di antara kita sudah kebal terhadap segala berita, baik dari TV, koran, maupun radio, mengenai kebobrokan pemerintahan dan keapatisan masyarakat dalam membangun bangsa.

Harapan masyarakat untuk memiliki pemerintahan yang jujur, adil, dan bersih semakin merosot. Penderitaan masyarakat kecil semakin meningkat. Di antara kemiskinan mereka, ada yang tak pernah absen bersusah payah, bekerja untuk mendapatkan sebungkus nasi dan kebutuhan pokok hidup sehari-hari. Namun, ada juga yang masih saja hidup sesuka hati dan malas bekerja. Masyarakat kalangan menengah ke atas kebanyakan hanya berkomentar, mencibir, dan menggeleng-gelengkan kepala mereka dengan wajah prihatin melihat kelusuhan hidup orang kecil dan membandingkannya dengan kemewahan hidup para pejabat. Satu hal yang pasti dimiliki mereka semua adalah harapan. Harapan untuk memiliki pemerintahan yang jauh lebih baik daripada yang ada sekarang ini, sehingga dapat membawa bangsa ini ke langit yang lebih cerah. Sayangnya, harapan itu semakin merosot dan merosot karena fakta-fakta yang lebih banyak menampilkan sisi gelap dan iblis dari pemerintahan. Ironinya, sisi gelap pemerintahan itulah yang terus berkembang akibat meningkatnya kecintaan para anggota pemerintahan terhadap api yang membakar masyarakat tersebut.

Api yang membakar masyarakat itu dapat kita lihat dari segala macam ulah nyeleneh yang dilakukan sejumlah anggota pemerintahan. Mulai dari korupsi yang sudah terlalu umum didengar, penyalahgunaan jabatan, permainan politik, penyalahgunaan hukum, dan lain-lain. Perilaku-perilaku yang tak terpuji itu semata-mata hanya karena keegoisan diri yang selalu tergiur dengan kekayaan dan kenikmatan duniawi. Segala macam ulah itu tentu memancing emosi masyarakat mulai dari kalangan atas hingga bawah. Mungkin, bagi masyarakat kalangan menengah ke atas, isu-isu busuk itu hanya memuakkan mereka. Namun, bagi masyarakat kalangan bawah, isu-isu itu, apalagi mengenai korupsi, tentu menambah penderitaan dan rasa muak mereka terhadap pemerintahan yang tidak menjalankan tugasnya, yaitu melindungi dan mengayomi rakyatnya.

Tidak jarang kritik pedas dan tuntutan masyarakat menyerbu pemerintahan. Mulai dari kritik yang berpendidikan dan berlogika, hingga kritik yang asal ceplas-ceplos tanpa logika dan pemikiran sehat. Mungkin, kita tak bisa menyalahkan mereka yang dengan mudahnya mengkritik aksi beberapa anggota pemerintahan yang telah jelas-jelas bermaksud membantu meringankan penderitaan masyarakat. Mereka mengkritik karena menganggap aksi tersebut terlalu lambat dan tidak membuahkan hasil yang signifikan. Padahal, seharusnya mereka sadar bahwa untuk mengubah suatu keusangan yang telah berlangsung selama bertahun-tahun tidak semudah membalikkan telapak tangan. Namun, kritik mereka yang terkesan tidak sabaran itu sebenarnya dikarenakan angka harapan mereka terhadap pemerintahan yang baik telah merosot. Mereka sudah terbiasa dengan kegagalan pemerintah masa lalu, sehingga dengan mudahnya mereka melontarkan kritik pedas sebagai ekspresi dari kepesimisan mereka. Di sisi lain, ketika muncul seorang atau sepasang tokoh yang cukup berkarakter positif di dalam pemerintahan, mereka langsung menaruh ekspektasi tinggi terhadap tokoh tersebut hingga lupa bahwa tokoh itu juga manusia dan memerlukan kerjasama yang kuat dari masyarakat.

Kritik dan komentar pedas masyarakat terhadap pemerintahan semakin merajalela, tetapi kebusukkan  pemerintah malah semakin merambati buah-buah pemerintahan. Padahal, para pemerintah itu sudah dikritik sepedas-sepedas dan sehina-sehinanya, tetapi tetap saja kesadaran mereka untuk memperjuangkan kesejahteraan masyarakat tumpul. Apakah mereka yang duduk di kursi pemerintahan benar-benar orang-orang yang beradab? Meski pasti masih ada beberapa oknum di kursi pemerintahan yang benar-benar peduli kepada masyarakat, pemerintahan Indonesia sudah terlanjur tenar dengan kebobrokan para anggotanya. Permainan politik, penggelapan uang dan surat-surat, dan rayuan-rayuan manis di kursi pemerintahan yang lazimnya menyangkut uang banyak menjadi godaan-godaan para anggota pemerintahan. Godaan-godaan yang tak tentu bisa ditolak. Di sisi lain, hal-hal tersebut juga merupakan pemerasan bagi otak, status dan kelas mereka.

Sungguh penuh dengan ketimpangan bangsa Indonesia ini. Entah layak dikatakan 'ketimpangan' atau tidak, saya tidak bisa menemukan kata yang lebih cocok dari itu. Mulai dari pemerintahan hingga ke masyarakat, penuh kejutan, lonjakan, dan tebing terjal yang jauh dari menciptakan keseimbangan dalam kehidupan bernegara. Tidak perlu seimbang, setidaknya mendekati seimbang. Namun nyatanya, jenjang antara perlakuan hukum kepada masyarakat kecil dan para petinggi-petinggi negara amatlah  besar hingga yang kaya itu penuh dengan trik-trik licik dan busuk. Kesejahteraan masyarakat semakin menurun, kekayaan para pejabat semakin memuncak. Komentar menghina dan kritik pedas dari masyarakat semakin menyerbu pemerintahan, aktivitas gelap di pemerintahan semakin merajalela. Di sini-sana terjadi penggelapan, korupsi, dan kasus-kasus yang memancing emosi masyarakat.


Jujur saja, jikalau harus memberikan alasan fundamental akan terjadinya berbagai masalah negara yang bertumpuk-tumpuk dan berlapis-lapis ini, saya tidak mampu. Hal yang menjadi alas dari permasalahan negara ini telah tertutup, bahkan menghilang. Bukannya saya menyerah, hanya saja semuanya telah membentuk satu siklus di dalam sebuah sistem dan setiap elemen dalam siklus itu sudah tercemar hingga merusak sistem tersebut. Jadi, saya pikir, hal yang terbaik untuk memperbaiki keadaan negara ini adalah keputusan masing-masing kita dalam bertekad dan berkomitmen untuk berkecimpung di salah satu dari elemen-elemen itu. Tingkatkan fokus diri ini dalam memperbaiki elemen tersebut dan mengusahakan yang terbaik untuk memberikan pengaruh baik dari elemen itu kepada elemen-elemen lain. Entah di dalam bidang pendidikan, kesejahteraan sosial, politik, pemerintahan, lembaga-lembaga sosial, pembangunan ekonomi, dan lain-lain. Kita semua memiliki kebebasan untuk memilih mau berkecimpung di bidang apapun demi memperbaiki negara ini, Tanah Air ini.

Saya harap, sebagi pemuda-pemudi Indonesia, kita tidak menjadikan pergi menetap dan hidup di luar negeri sebagai suatu solusi. Sudah selayaknya kita berpikir dan beraksi untuk kemajuan Indonesia karena kita dilahirkan dan dibesarkan di Tanah Air yang sebenarnya sangat kaya raya ini. Hanya saja, keindahan Tanah Air ini telah dicemarkan dan ditutupi oleh kebobrokan pemerintahan dan kerusakan masyarakatnya. Maka, mari kita tumbuhkan rasa cinta Tanah Air dengan mengeksplorasi Indonesia dari masyarakat, pemerintahan, hingga alamnya untuk memperbaiki negara ini. Mari, kita pemuda-pemudi Indonesia, berpikir dan beraksi dengan menjunjung tinggi ideologi negara demi memulangkan Indonesia ke langit yang lebih cerah, bersih, dan penuh dengan suara-suara kejujuran dan keadilan dalam pemerintahan dan masyarakatnya.


Sabtu, 23 Februari 2013

What I Made








Just Popped into My Head!

"When your heart is straight, so be your mind, emotion, and will."

"Fight for what is righteous."

"We can't choose what stays and what fades away, but we can always try to understand and be faithful."

"To the future, I pray for you. To the present, I'm facing you. To the past, I learn from you."

"You're so not perfect, you're not that obedient and dependable. But there are times when you can be so great in my eyes. And I love you because it's 'you'."

"Somehow and somewhere in this world, there lays my dream waiting to be reached."

"We were born to trust, to fight, to be grateful, and to return everything back for His glory."

"Broken wings, but not a broken mind."

"YOU!!! Open your eyes. Seek for understanding. Determine your future. Chase your dreams. Never give up. Shine as you're a bright star."

"Try your best. Prove it to them that your dream isn't just a fantasy since it's an authenticity. It will be soon. Just BELIEVE and DO IT!"

"We are humans, so we have the freedom to think and act."

"Don't give up when it all comes down. Just keep looking for what you're looking for. One day, you'll see that only light of your life."

"Flap your wings, take those dreams, and make them come true."

"Turn around. See what you've been through. Realize the mistakes you had. Learn from them. Be stronger and wiser to keep walking on your own path."

"Be wise. Be smart. Be joyful. Be prudent. Be strong. Be persevering. Be faithful. Trust in the Lord Jesus Christ."

Diri ini Bagaikan Sebuah Kuas

Pernahkah kau mengagumi sebuah lukisan hingga kau ingin menjadi warna-warna dalam lukisan itu? Warna-warna yang menyempurnakan sebuah lukisan yang berarti dan bernilai tinggi.
Ataukah kau ingin menjadi kuas yang dipakai sang pelukis untuk menorehkan warna-warna pada kanvas itu?

Mungkin, bagi kalian yang tidak menyukai lukisan dan tidak mau tahu-menahu mengenai estetika tinggi dari hal tersebut, tidak terlalu mementingkan komposisi warna pada suatu lukisan. Jujur saja, aku ini yang bisa dikatakan betah berlama-lama di galeri seni, pameran lukisan, atau museum kesenian yang berisi beribu-ribu lukisan pun, belum bisa dibilang mengerti arti sebuah lukisan secara mendalam.

Hal-hal hasil karya tangan dari manusia itu sungguh sulit dipahami. Meski aku bukan seorang pecinta seni yang telah berkeliling dunia untuk menikmati keindahan lukisan-lukisan manusia, aku percaya bahwa setiap goresan di sebuah lukisan yang dinilai tinggi pasti mengandung suatu emosi dari sang pelukis secara mendalam dan mendasar. 

Lukisan-lukisan yang mengguncang dunia memiliki perasaan dan pergumulan serius dari sang pelukis. Setiap torehan kuas dan warna yang dipilih menjadi suatu ekspresi dari sang pelukis. Setiap komposisi warna pun mencerminkan perpaduan emosi sang pelukis yang tak ingin melewatkan satu momen pun dalam hidupnya untuk diekspresikan ke dalam karya agungnya itu.

Kuas. Kuas yang sang pelukis gunakan harus ia tekan, ia celupkan atau aduk ke sebuah warna hingga beberapa warna. Kuas itu mengalami beberapa tekanan, lembut dan kasar. Kuas itu mengalami beberapa gerakan dalam penorehannya di atas kanvas, pelan dan cepat, tegas dan santai. Kuas yang buruk dan bermutu rendah akan dibuang oleh sang pelukis, tetapi kuas yang baik dengan bulu yang halus dan penurut, akan disukai oleh sang pelukis. Sang pelukis memberi warna pada kuas yang baik itu, lalu kuas tersebut menyalurkannya kepada kain kanvas yang menjadi pijakannya. Semakin dicelupkan, bulu kuas yang baik itu akan semakin menyatu. Kuas yang baik itu akan terus-menerus dipakai untuk melakukan apa yang sang pelukis rencanakan. Akhirnya, kuas yang baik itulah yang menjadi alat bagi sang pelukis untuk menyelesaikan pekerjaannya. 

Ibarat sebuah kuas, demikianlah setiap diri masing-masing kita ini. 
Ibarat sebuah kuas sebagai alat sang pelukis, demikianlah setiap diri masing-masing kita ini sebagai alat Tuhan, Sang Mahakarya Sejati. 
Ibarat sebuah kuas yang dipakai untuk memberikan warna pada kanvas itu, demikianlah setiap diri masing-masing kita yang dipakai untuk memberikan warna pada dunia ini.
Ibarat sebuah kuas yang ditekan, dicelup, dan diaduk ke sebuah warna hingga beberapa warna, demikianlah setiap diri masing-masing kita ini yang ditekan, dicelup, dan diaduk ke sebuah kesulitan, kemudahan, kesedihan, dan kesenangan hingga beberapa pergumulan.

Namun, kita bisa memilih ingin menjadi kuas yang baik atau yang buruk.
Kita bisa memilih ingin menjadi seorang yang taat atau yang memberontak.

Kuas yang baik, memiliki bulu-bulu halus yang penurut, bekerja sesuai keinginan dan gerakan tangan sang pelukis. Ibarat kuas yang baik, kita seharusnya memiliki hati yang lembut dan taat untuk bekerja sesuai kehendak dan pimpinan Sang Pencipta.

Kuas yang baik, semakin dicelup, bulu-bulunya akan semakin menyatu dan padu. Ibarat kuas yang baik, kita selayaknya semakin diuji, akan semakin kukuh dan teguh di dalam Dia.

Kuas yang baik, menyalurkan warna-warna yang diberikan sang pelukis kepada kanvas dengan sempurna. Ibarat kuas yang baik, kita seharusnya menjadi penyalur berkat bagi dunia ini atas semua hal yang telah Tuhan anugerahkan kepada kita.

Akhirnya, kita pun akan memiliki hati yang bersungguh-sungguh dan rindu dipakai sepenuhnya oleh Tuhan untuk ikut melakukan pekerjaan-Nya di dunia ini hingga tugas kita yang Ia berikan selesai.

Jangan pernah lupa, bahwa itu semua karena belas kasihan Tuhan Allah kepada kita. Tuhan yang memilih dan hanya Dia yang berkehendak untuk memakai kita. Semakin kita mendalami pengertian kita akan Dia, tiada kedaulatan Allah yang tidak bisa kita terima.

Ibarat sebuah kuas, kita tak bisa berbuat apa-apa tanpa pimpinan dari Sang Mahakarya Sejati.

Kita pun diberi kebebasan memilih.
Ke manakah arah hatimu?
Kuas jenis apakah dirimu?