Minggu, 24 Februari 2013

Berlapis-Lapis Hingga Kehilangan Alasnya

Sudah sangat sering kita mendengar perihal tentang ketidakadilan dalam pemerintahan dan kehidupan masyarakat Indonesia. Berita-berita berisi permasalahan rakyat menghantui media massa. Pers tidak henti-hentinya meliput kasus-kasus gelap pemerintahan yang memang berkepanjangan dan lucunya, tidak ada penyelesaian yang adil dan pasti. Bahkan, mungkin di antara kita sudah kebal terhadap segala berita, baik dari TV, koran, maupun radio, mengenai kebobrokan pemerintahan dan keapatisan masyarakat dalam membangun bangsa.

Harapan masyarakat untuk memiliki pemerintahan yang jujur, adil, dan bersih semakin merosot. Penderitaan masyarakat kecil semakin meningkat. Di antara kemiskinan mereka, ada yang tak pernah absen bersusah payah, bekerja untuk mendapatkan sebungkus nasi dan kebutuhan pokok hidup sehari-hari. Namun, ada juga yang masih saja hidup sesuka hati dan malas bekerja. Masyarakat kalangan menengah ke atas kebanyakan hanya berkomentar, mencibir, dan menggeleng-gelengkan kepala mereka dengan wajah prihatin melihat kelusuhan hidup orang kecil dan membandingkannya dengan kemewahan hidup para pejabat. Satu hal yang pasti dimiliki mereka semua adalah harapan. Harapan untuk memiliki pemerintahan yang jauh lebih baik daripada yang ada sekarang ini, sehingga dapat membawa bangsa ini ke langit yang lebih cerah. Sayangnya, harapan itu semakin merosot dan merosot karena fakta-fakta yang lebih banyak menampilkan sisi gelap dan iblis dari pemerintahan. Ironinya, sisi gelap pemerintahan itulah yang terus berkembang akibat meningkatnya kecintaan para anggota pemerintahan terhadap api yang membakar masyarakat tersebut.

Api yang membakar masyarakat itu dapat kita lihat dari segala macam ulah nyeleneh yang dilakukan sejumlah anggota pemerintahan. Mulai dari korupsi yang sudah terlalu umum didengar, penyalahgunaan jabatan, permainan politik, penyalahgunaan hukum, dan lain-lain. Perilaku-perilaku yang tak terpuji itu semata-mata hanya karena keegoisan diri yang selalu tergiur dengan kekayaan dan kenikmatan duniawi. Segala macam ulah itu tentu memancing emosi masyarakat mulai dari kalangan atas hingga bawah. Mungkin, bagi masyarakat kalangan menengah ke atas, isu-isu busuk itu hanya memuakkan mereka. Namun, bagi masyarakat kalangan bawah, isu-isu itu, apalagi mengenai korupsi, tentu menambah penderitaan dan rasa muak mereka terhadap pemerintahan yang tidak menjalankan tugasnya, yaitu melindungi dan mengayomi rakyatnya.

Tidak jarang kritik pedas dan tuntutan masyarakat menyerbu pemerintahan. Mulai dari kritik yang berpendidikan dan berlogika, hingga kritik yang asal ceplas-ceplos tanpa logika dan pemikiran sehat. Mungkin, kita tak bisa menyalahkan mereka yang dengan mudahnya mengkritik aksi beberapa anggota pemerintahan yang telah jelas-jelas bermaksud membantu meringankan penderitaan masyarakat. Mereka mengkritik karena menganggap aksi tersebut terlalu lambat dan tidak membuahkan hasil yang signifikan. Padahal, seharusnya mereka sadar bahwa untuk mengubah suatu keusangan yang telah berlangsung selama bertahun-tahun tidak semudah membalikkan telapak tangan. Namun, kritik mereka yang terkesan tidak sabaran itu sebenarnya dikarenakan angka harapan mereka terhadap pemerintahan yang baik telah merosot. Mereka sudah terbiasa dengan kegagalan pemerintah masa lalu, sehingga dengan mudahnya mereka melontarkan kritik pedas sebagai ekspresi dari kepesimisan mereka. Di sisi lain, ketika muncul seorang atau sepasang tokoh yang cukup berkarakter positif di dalam pemerintahan, mereka langsung menaruh ekspektasi tinggi terhadap tokoh tersebut hingga lupa bahwa tokoh itu juga manusia dan memerlukan kerjasama yang kuat dari masyarakat.

Kritik dan komentar pedas masyarakat terhadap pemerintahan semakin merajalela, tetapi kebusukkan  pemerintah malah semakin merambati buah-buah pemerintahan. Padahal, para pemerintah itu sudah dikritik sepedas-sepedas dan sehina-sehinanya, tetapi tetap saja kesadaran mereka untuk memperjuangkan kesejahteraan masyarakat tumpul. Apakah mereka yang duduk di kursi pemerintahan benar-benar orang-orang yang beradab? Meski pasti masih ada beberapa oknum di kursi pemerintahan yang benar-benar peduli kepada masyarakat, pemerintahan Indonesia sudah terlanjur tenar dengan kebobrokan para anggotanya. Permainan politik, penggelapan uang dan surat-surat, dan rayuan-rayuan manis di kursi pemerintahan yang lazimnya menyangkut uang banyak menjadi godaan-godaan para anggota pemerintahan. Godaan-godaan yang tak tentu bisa ditolak. Di sisi lain, hal-hal tersebut juga merupakan pemerasan bagi otak, status dan kelas mereka.

Sungguh penuh dengan ketimpangan bangsa Indonesia ini. Entah layak dikatakan 'ketimpangan' atau tidak, saya tidak bisa menemukan kata yang lebih cocok dari itu. Mulai dari pemerintahan hingga ke masyarakat, penuh kejutan, lonjakan, dan tebing terjal yang jauh dari menciptakan keseimbangan dalam kehidupan bernegara. Tidak perlu seimbang, setidaknya mendekati seimbang. Namun nyatanya, jenjang antara perlakuan hukum kepada masyarakat kecil dan para petinggi-petinggi negara amatlah  besar hingga yang kaya itu penuh dengan trik-trik licik dan busuk. Kesejahteraan masyarakat semakin menurun, kekayaan para pejabat semakin memuncak. Komentar menghina dan kritik pedas dari masyarakat semakin menyerbu pemerintahan, aktivitas gelap di pemerintahan semakin merajalela. Di sini-sana terjadi penggelapan, korupsi, dan kasus-kasus yang memancing emosi masyarakat.


Jujur saja, jikalau harus memberikan alasan fundamental akan terjadinya berbagai masalah negara yang bertumpuk-tumpuk dan berlapis-lapis ini, saya tidak mampu. Hal yang menjadi alas dari permasalahan negara ini telah tertutup, bahkan menghilang. Bukannya saya menyerah, hanya saja semuanya telah membentuk satu siklus di dalam sebuah sistem dan setiap elemen dalam siklus itu sudah tercemar hingga merusak sistem tersebut. Jadi, saya pikir, hal yang terbaik untuk memperbaiki keadaan negara ini adalah keputusan masing-masing kita dalam bertekad dan berkomitmen untuk berkecimpung di salah satu dari elemen-elemen itu. Tingkatkan fokus diri ini dalam memperbaiki elemen tersebut dan mengusahakan yang terbaik untuk memberikan pengaruh baik dari elemen itu kepada elemen-elemen lain. Entah di dalam bidang pendidikan, kesejahteraan sosial, politik, pemerintahan, lembaga-lembaga sosial, pembangunan ekonomi, dan lain-lain. Kita semua memiliki kebebasan untuk memilih mau berkecimpung di bidang apapun demi memperbaiki negara ini, Tanah Air ini.

Saya harap, sebagi pemuda-pemudi Indonesia, kita tidak menjadikan pergi menetap dan hidup di luar negeri sebagai suatu solusi. Sudah selayaknya kita berpikir dan beraksi untuk kemajuan Indonesia karena kita dilahirkan dan dibesarkan di Tanah Air yang sebenarnya sangat kaya raya ini. Hanya saja, keindahan Tanah Air ini telah dicemarkan dan ditutupi oleh kebobrokan pemerintahan dan kerusakan masyarakatnya. Maka, mari kita tumbuhkan rasa cinta Tanah Air dengan mengeksplorasi Indonesia dari masyarakat, pemerintahan, hingga alamnya untuk memperbaiki negara ini. Mari, kita pemuda-pemudi Indonesia, berpikir dan beraksi dengan menjunjung tinggi ideologi negara demi memulangkan Indonesia ke langit yang lebih cerah, bersih, dan penuh dengan suara-suara kejujuran dan keadilan dalam pemerintahan dan masyarakatnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar