Tampilkan postingan dengan label Me Myself. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Me Myself. Tampilkan semua postingan

Jumat, 29 Agustus 2014

Cuap-Cuap Santai

Udah lama banget gue gak nge-blog. Kangen, sih... Tapi gak berasa kehilangan banget. Mungkin karena udah terbiasa kali, ya. Awalnya berasa ada yang hilang, tapi lama-lama gak terlalu berpengaruh juga dan malah pudar begitu aja semangat untuk menulis, mengetik lagi.

Yaaa.. Begitulah. Semangat dan kemauan yang kita sendiri tidak jaga, bisa hilang begitu saja kalau kita menuruti kemalasan yang terus bercokol dalam tiap pribadi kita.

Di tulisan kali ini, gue mau santai-santai aja. Liat aja dari bahasa gue yang super acak-kadul.

Oiya, ada kabar gembira yang belum gue kasi tau. (Bukan Mastin si ekstrak kulit manggis, pastinya. Basi banget itu lelucon.)

Sahabat gue dan....gue....hanya oleh karena anugerah Tuhan....DITERIMA di kampus impian kami. Kampus yang telah kami dambakan semenjak duduk di bangku kelas 10. Iya, dari SMA 1. Kampus yang membuat kami selama SMA terus mengembangkan imajinasi kami jikalau berkuliah di sana. Kampus yang khas dengan makara kuningnya. Kampus yang disebut sebagai "Kampus Perjuangan". Satu-satunya kampus yang pakai nama 'Indonesia'.

UNIVERSITAS INDONESIA.

UI ohhh UI ohhh UI!!!
'JAKUN' alias jaket kuning bukan lagi di depan sana untuk diraih, melainkan jakun sekarang ada di depan mata untuk...DIPAKAI. :D

Sesuai dengan harapan gue, gue diizinkan untuk mengenyam pendidikan di UI untuk 4 tahun ke depan. (Amin, kalo 4 tahun dan bisa cum laude. Tapi katanya Antrop lulus lama.. Setiap orang yang gue tanyain, kayak pasrah ato "syukur-syukur lulus" gitu. Kalo yang bisa 4 tahun itu disembah-sembah, rata-rata itu 4,5 tahun.)

Jujur, gue takut. Takut nanti gak mampu. Di satu sisi, gue percaya juga Tuhan pasti akan memapukan. I believe that as long as I keep leaning on Him, knowing that I'm nothing without Him and asking for His help, He will always strengthen me.

Gue juga mau menghidupi kutipan ini dari seorang dosen yang berorasi waktu OKK (acara ospek universitas):
"Jangan cuma numpang pakai brand 'UI'. MILIKI BRAND-MU SENDIRI!"

Terus, kutipan dari ketua BEM FISIP UI tahun ini juga.
"Jadilah bermanfaat!"

Gue sangat berharap teman-teman sefakultas dan gue bisa jadi bermanfaat. Gue gak mau jadi sampah yang cuma mondar-mandir di UI, gak bisa bertanggung jawab atas anugerah yang udah diberikan. Masih banyak banget orang yang di luar sana yang mungkin mau banget masuk FISIP UI, yang mungkin jauh lebih layak masuk UI dibanding gue.

Masuk UI... Senang banget. Sesuai harapan gue, di sini menemukan diversity. Sangat bayak perbedaan. Begitu beragam, begitu berwarna. Karena mahasiswa-mahasiswi di sini berasal dari berbagai latar belakang budaya, keluarga, daerah. Gue menemukan orang-orang dengan kisah yang selama ini cuma ada di imajinasi gue kayak di film-film atau novel. Wew sekaligus Wow! :)

Oiya, ada dua kata yang gue suka banget dari lagu 'Mars FISIP UI' :

"...Mercusuar peradaban..."

Bagus banget, kan? Cahaya yang menuntun kehidupan, zaman... Jadilah cahaya yang menuntun kehidupan masyarakat. Gak cuma menuntun, tapi juga memperlihatkan batas, menjadi penanda. Menjadi penuntun dan penjaga.

Sekian dulu, deh cuap-cuap gue. Random banget, ya? Hahaha

Have a great life!


Selasa, 31 Desember 2013

18 Jam Menuju 2014

Waktu berlari, aku merangkak. Waktu berjalan, aku terkapar. Waktu berhenti, aku hilang.

Kurasa kami selalu berlomba, tetapi hasilnya selalu sama. Aku tak bisa menyamai Waktu. Aku selalu tanpa daya melawannya. Memang aku ini, kita ini hidup di dalam waktu. Apakah karena itu aku selalu merasa Waktu jauh lebih cepat daripada diriku?

Di kala perlombaan itu, kusadari bahwa tahun ini sangat dinamis. Terlalu banyak hal yang terjadi di luar dugaanku. Terlalu banyak tawa dan tangisan yang kuutarakan pada langit. Terlalu banyak seruan kebahagiaan dan ratapan yang kukumandangkan pada angkasa. Terlalu banyak rahasia hati yang kubisikkan pada Tuhan.

Kadang, aku tertidur dibawa Waktu. Aku terhanyut di dalam suasana, aku dibutakan oleh berbagai aroma manis nan harum bumbu-bumbu kehidupan. Kemudian, ada satu titik di mana aku terbangun, diasadarkan dari mimpi. Aku kembali ditarik dan dituntun ke jalan yang lurus dan tidak selalu mulus. Tidak selalu mulus, ya, itulah yang memberi warna di hidup ini, di waktu-waktu ini.

Tahun ini begitu dinamis. Banyak hal yang terjadi lebih dari yang kuminta. Banyak hal yang terjadi lebih dari yang kukira. Namun, yang terindah adalah Tuhan selalu memampukanku melewati semua itu. Tuhan selalu menopangku dan menuntunku.

Berbagai peristiwa melanda, lika-liku pikiranku membentuk bermacam-macam pandangan baru dan kesadaran baru. Semua itu tak lepas dari bimbingan-Nya. Semua itu tak lepas dari anugerah-Nya. Semua itu tak lepas dari kedaulatan-Nya.

Kepada orang-orang yang kusakiti, aku minta maaf. Sengaja atau tidak sengaja, terpaksa atau tidak terpaksa, aku menyesal atas semua perlakuan kejiku itu.

Kepada sahabat-sahabat yang telah melewati tahun 2013 ini bersamaku, aku doakan yang terbaik untuk kalian semua. Kiranya tali persahabatan ini tidak akan kendur dimakan waktu, malah justru dipererat seiring berjalannya waktu.

Kepada orang tuaku yang selalu mendoakanku, kalian tak tergantikan.

Kepada Tuhan yang selalu menuntunku, tanpa pertolongan-Mu, tanpa bimbingan-Mu, aku tidak akan meyadari kasih setia-Mu padaku. Terima kasih Tuhan atas seluruh anugerah-Mu, pahit manis kehidupan sepanjang tahun 2013 ini.

Aku berdiri di sini, 18 jam menuju tahun 2014. Tuhan, kuserahkan tiap detik berikutnya kepada-Mu.

Soli Deo Gloria...



Kamis, 29 Agustus 2013

Sebelum Hari Itu Tiba

Sehari sebelum tanggal 27 Agustus 2013, dia merenungkan hidupnya.
Sehari sebelum tanggal 27 Agustus 2013, dia takut.
Sehari sebelum tanggal 27 Agustus 2013, dia bersyukur.

Alangkah berwarna jalan yang telah dilaluinya. Bak jalan setapak, daun-daun yang berguguran menampilkan berbagai corak. Ada yang telah jatuh, pergi tertiup angin. Ada pula yang masih teguh pada pohonnya. Semuanya membentuk kolase. Kolase berwarna. Kolase kehidupannya.

Bukan hanya satu impian, bukan hanya satu kegagalan, melainkan beribu tawa dan tangisan telah berlabuh. Berjuta-juta bisikan dan sorakan menunggunya. Ia tahu itu. Ia yakin akan hal itu.

Perjalanannya masih panjang. Jatuh bangun akan ia lalui. Jati dirinya akan selalu dimantapkan. Pendiriannya akan lebih diteguhkan. Paradigmanya akan lebih dibenarkan. Kalau semua itu boleh selalu terjadi, itu semua hanya karena anugerah.

Takut. Khawatir. Ya, dia rasakan hal itu. Di balik senyuman gembiranya, di balik tawa cerianya, di balik sosoknya yang periang dan luwes, dia suka menilik dan menggali dalam akan dirinya dan sekitarnya.

Hidup ini penuh misteri. Tanpa iman dan anugerah, barang seperseribu detik pun manusia tak akan bisa hidup.

Hanya Tuhan yang berkehendak, hanya Tuhan yang berdaulat untuk menentukan semuanya.

Dia takut. Dia khawatir. Dia senang. Dia tak sabar menunggu hari itu tiba.

Sebelum hari itu tiba, dia tak ingin sekaligus ingin hari itu tiba.



Senin, 08 Juli 2013

Sehari di Kampus Impian

Sabtu, 6 Juli 2013. FISIP SUMMIT.
Meski sedang retret, tetap tak mau melewatkan acara FISIP Summit.
Pagi buta, bangun dan mandi, bersiap-siap pergi ke stasiun kereta.
Seizin ketua panitia retret, dua anak SMAK Calvin berangkat.
Naik kereta selama 40 menit.
Pukul 06.30 sampai di kawasan FISIP UI.
Tak henti-hentinya merekam suasana kampus di dalam benak kecilku.
Aku sangat ingin menjadi mahasiswa UI.

FISIP Summit dimulai pada pukul 08.00.
Merasakan 1 hari menjadi anak UI.
Memacu jiwa ini semakin ingin masuk universitas negeri ternama itu.
Menantang diri ini untuk berjuang lebih keras.
Mendorong pribadi ini untuk lebih jeli dan gigih dalam meraih mimpi.
Semoga tahun depan aku dapat memijakan kaki di sana sebagai mahasiswa Antropologi FISIP Universitas Indonesia.






Pergi bersama sahabat yang juga ingin masuk UI.

Tak ada yang lebih indah selain bermimpi dan berjuang bersama sahabat semasa SMA 'tuk menggapai impian.
Beda jurusan, satu tujuan.









Foto memakai jaket kuning (jakun) khas mahasiswa UI.
Serasa sudah 'dekat' dengan mimpi, tetapi setelah melepaskan jaket itu...
Kembali kusadari bahwa hal itu bisa tertepis begitu saja, jika aku tidak mulai serius berjuang.
Dengan perasaan grogi bercampur galau dan senang, jadilah ekspresi wajah yang seadanya.
Grogi karena berfoto memakai 'jakun'.
Galau karena takut mimpi itu tak akan tergapai.
Senang karena merasa termotivasi dan semakin yakin akan mengambil jurusan Antropologi di FISIP UI.







Barang-barang yang dibeli dari FISIP Summit.
Semuanya sebagai pengingat akan tujuanku.
Semuanya sebagai 'teman' dan 'kenangan'.
Semuanya untuk memotivasi diri!
HARUS BISA MASUK ANTROP FISIP UI!
Berjuang sebisa mungkin, jangan sampai menyesal!


"Do you have a.... yellow jacket?"



Pin gratis dari acara FISIP Summit.

"DARE TO DREAM, DARE TO LIVE IT!"

Slogan yang sangat inspiratif dan memotivasi.
Selain desainnya yang bagus, kata-katanya pun berkesan optimis, semangat, dan pantang menyerah.









Hanya sisa beberapa bulan lagi.
Tidak lama lagi.
Aku harus sudah siap.
Aku harus siap menerima segala hal yang akan terjadi.
Mungkin, akan diselingi oleh hal-hal tak terduga.
Namun, aku yakin bahwa tekad yang telah kuat tak akan tergoncangkan.
Hantaman yang ada akan lebih menguatkan tekad itu.
Semasa tekad itu sejalan dengan panggilan hidup insan ini.
Terima kasih, Tuhan.

DARE TO DREAM, DARE TO LIVE IT!




Sabtu, 30 Maret 2013

Langkah Dua Kaki di Ibukota

Setiap kali dua kaki ini melangkah di pinggir jalan raya di tengah kota Jakarta, beberapa pikiran berkelebat di benak manusia itu. Setiap kali dua kaki ini menapak di tengah-tengah keramaian kota Jakarta, beberapa bisikan memenuhi hati insan itu. Setiap kali dua kaki ini berjalan, begitu juga dengan pikiranku yang mengalir tiada henti.

Mungkin memang melelahkan berjalan di kota yang panas dan hiruk-pikuk ini. Mungkin segala pemandangan yang mewarnai Kota Metropolitan ini sudah biasa hingga tersisihkan maknanya. Mungkin hanya panas terik matahari yang paling sering kita keluhkan ketika berjalan di ibukota pada siang hari. Namun, ketika berjalan pada malam hari di ibukota, apa arti yang didapat?

Lampu-lampu begemerlap-gemerlip menyinari kota. Lampu jalanan, lampu mobil, lampu gedung-gedung. Semuanya menerangi jalan ibukota di kala malam turun. Suara klakson mobil, derung mesin kendaraan bermotor, suara obrolan orang-orang di pinggir jalan, suara masakan para pedagang kaki lima, suara gesekan kaki-kaki yang melangkah di trotoar. Semuanya menyatu ibarat melodi malam ibukota. Semua bersatu melukiskan pemandangan malam di salah satu daerah bagian ibukota.

Tak jauh dari daerah sederhana nan pas-pasan itu, orang-orang berkecukupan duduk di sofa menikmati sejuk dan terangnya ruangan, serta menyantap hidangan makan malam mereka. Berbeda sekali dengan orang-orang yang sedang kulewati satu persatu sekarang, pikirku. Mereka menikmati malam seadanya. Mereka duduk di lantai depan gedung-gedung yang sudah terbengkalai. Merokok dan mengobrol, menjajakan dagangan mereka, dan menikmati semilir angin malam. Tak sedikit yang hanya duduk melamun dan memandangi orang berlalu-lalang. Mungkin, mereka pun memerhatikanku dan keluargaku. Apa yang mereka pikirkan melewati beratnya hari-hari di Jakarta? Sesekali aku mendengar samar-samar obrolan mereka. Apa yang mereka pikirkan mengenai kami ketika melihat kami menyusuri kawasan ini? Ataukah mereka tak peduli sama sekali karena sudah sangat terbiasa dengan pemandangan ini?

Mobil-mobil parkir di depan gedung. Para pemilik mobil itu sedang duduk di sofa empuk dan kursi bagus sambil menikmati hidangan di ruangan ber-AC. Mengobrol juga. Beberapa dari mereka merokok juga. Dan mungkin ditambah dengan rasa beruntung. Hidup serba berkecukupan. Setidaknya, kebutuhan primer dan sekunder tercukupi.  Mungkin, aku pun termasuk orang-orang yang serba berkecukupan itu. Walaupun begitu kelihatannya, aku yakin masing-masing mereka memiliki kesusahan dan pergumulan yang harus dihadapi. Namun, mereka sudah dilihat jauh lebih beruntung oleh orang-orang yang hidup serba minim dan sederhana.

Seorang pelayan menyapu dan membereskan sisa-sisa makanan di salah satu meja di restoran itu. Tak jauh dari restoran itu, duduklah orang-orang yang menikmati suasana malam kota seadanya. Apa yang dipikirkan pelayan itu sekarang? Aku bertanya-tanya. Ketika ia bekerja, melayani orang-orang membeli makanan di restoran itu, apa yang ia pikirkan? Setiap hari, sang pelayan harus melihat orang-orang membeli makanan seharga jatah uang satu harinya dan melahap habis makanan itu selama beberapa menit. Apakah setiap malam, ia juga harus melihat kesenjangan ekonomi yang begitu gamblang di kota ini?

Beberapa gadis muda, pramuniagawati dari sebuah merk rokok, menawarkan sekotak rokok putih kepada beberapa pemuda di pinggir jalan. Aku bergidik. Mereka, gadis-gadis molek itu, sangat berani, menurutku. Kalau aku, pasti aku takut dan tak mau menawarkan dagangan itu malam-malam di daerah seperti ini. Seram. Daerah ini bukan daerah baik-baik pada malam hari. Mungkin mereka takut terjadi sesuatu yang buruk, tetapi mereka tetap melangkah dan melakukan kewajiban yang sekaligus resiko mereka sebagai pramuniagawati rokok itu. Mereka mengalahkan rasa takut itu dan mengambil resiko itu. Itulah yang membuat mereka kucap berani.

Melihat itu semua pun, aku jadi berpikir. Aku yang sedang berjalan meyusuri kawasan ini, melihat mereka yang di sana dan mereka yang di sini. Apakah di sana, orang-orang yang sedang duduk di restoran-restoran itu, menghiraukan pemandangan di sini yang penuh dengan kesederhanaan? Apa respon mereka di sana? Apakah di sini, orang-orang yang sedang duduk di pinggiran jalan serta menghirup debu kendaraan dan asap rokok, menghiraukan mereka yang di sana? Mungkin, tetap ada sedikit rasa kerinduan di lubuk hati kecil itu, tetapi semua sudah terbiasa hingga merasa nyaman-nyaman saja.

Begitu bertumpuk-tumpuk seluruh ungkapan di ibukota ini. Hal itu membuatku terus bertanya-tanya. Akan jadi seperti apa dan siapa, aku, ketika dewasa nanti? Kira-kira aku akan menjadi yang mana di antara mereka semua yang mewarnai kota ini? Tentu saja, aku ingin tetap menjadi diriku sendiri. Namun, siapa dan apa itu 'diriku sendiri'? Itulah beberapa hal yang kupikirkan ketika kedua kakiku menyusuri kehidupan di ibukota. 

Aku sangat bersyukur dengan hidupku yang sekarang ini. Namun, apakah aku mampu mencapai hidup seperti ini kelak ketika aku dewasa dan sudah berkeluarga? Akankah aku mampu menjadi lebih baik dari ini hingga membanggakan kedua orang tuaku? Akankah aku bisa membawa kedua orang tuaku ke jenjang kehidupan yang lebih baik? Akankah aku menjalankan peran yang sudah direncanakan sebaik dan setulus yang kubayangkan? Apakah dua kaki ini akan terus mampu melangkah dan berdiri teguh menyusuri lembah kehidupan di ibukota Tanah Air ini?


Selasa, 24 Januari 2012

Little things 'bout me


Hey :)

To be honest, this is my first blog (and hope it'll last forever! XD)
First of all, I just wanna say that I'm just an ordinary girl who has :

Faith in God
Parents who're so irreplaceable and love me for who I am
Friends who color my days in this life's canvas
Hobbies in drawing, reading, and observing people
Dreams that turn out to be the stars in the sky that I wanna reach
Hopes that motivate me to do the best for good
Thoughts that I wanna share to others and dig deeper
Stories that I'd love to tell
Imagination that goes beyond the expectation
Goals that I wanna take step by step
....
....
and many more ;p

To tell you the truth, I'm looking for my own interest. In this kinda age, I wanna do what I'm really interested in or passionate of, but since I haven't found it, I just do things randomly XP.


Hope that someday I'll make the best sketch ever! :D