Jikalau langit bisa lebih dari sekadar menaungi kita, apa yang akan ia peluk? Jikalau dedaunan bisa lebih dari sekadar bergemerisik, apa yang akan mereka katakan? Jikalau angin bisa lebih dari sekadar berdesir, apa yang akan dihembuskannya? Jikalau air bisa lebih dari sekadar mengucur atau bergemericik, apa yang akan ditenggelamkannya?
Jikalau aku bisa lebih dari sekadar berdiri mematung mengamatimu dari jauh, apa yang akan kuucapkan padamu? Jikalau kau bisa lebih dari sekadar melihat ke sekelilingmu, apa yang akan kau lihat dari diriku? Jikalau kita bisa saling bergenggaman tangan, apa yang akan kita tempuh bersama?
"Langitnya biru, ya."
"Kamu dengar bisikan-bisikan dedaunan itu?"
"Anginnya cukup kencang, ya. Dingin."
"Kamu dengar deburan ombak semalam?"
Engkau memporak-porandakan pikiranku. Meski aku selalu berada di luar lingkaranmu, aku tidak pernah berhenti memimpikanmu. Mendambakanmu itu sudah menjadi kebiasanku. Mengais-ngais udara setiap malam hanya untuk mengingatkan diriku bahwa kau tidak bisa kuraih. Mendengus kesal setiap kali kau terbersit di kepalaku. Itu sering.
Atau mungkin, kau yang berada di luar lingkaranku.
Ah, tidak. Buktinya, aku memperhatikanmu. Aku sadar betul akan keberadaanmu.
Aku saja yang berada di luar lingkaranmu. Selalu. Tak pernah kau sadari, apalagi diperhatikan. Aku ini kasat mata bagimu. Kau dibutakan oleh sekelilingmu.
Mereka. Apa kau puas dengan 'mereka' semua? Di mana sih, kacamatamu?
"Tatapan langit begitu tajam. Biru yang cerah, aku suka. Namun, aku tak kuasa membendung kritikannya terhadap manusia. Kita bersalah pada langit."
"Daunnya begitu hijau. Ada dedaunan yang berwarna ungu, gak, ya?"
"Ketika angin berhembus pun, alam mengutarakan perasaannya."
"Ombaknya cukup kencang. Seram. Aku tidak mau dekat-dekat."
Aku tidak mengerti mengapa kau memikat hatiku. Mungkin pesonamu, atau karena elok rupamu. Aku tak mengerti. Padahal, kau selalu tidak mengerti kata-kata yang aku ucapkan. Tak ada untaian kataku yang dapat memicu langkah benakmu. Apalagi memacu. Aku tidak pernah bisa menarik pelatukmu. Begitu pula dengan kau, bagiku. Padahal, kau tidak pernah ingin membahas apa yang kuujarkan. Tertarik pun, tidak. Padahal, kita terlalu berbeda. Baik dari dunia sendiri, maupun sampai butiran-butiran udara. Apa yang membingkai dirimu tentu tidak akan pernah membingkai diriku. Dekat pun, tidak.
Selamanya, akan selalu ada jurang di antara kita.
Apa makna dari misteri ini?
'Makna' itu ada di luar sana, tersedia di luar sana dan menunggu untuk ditemukan. Hanya saja, kita manusia, terlalu suka dan sering salah mengartikan 'makna'.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar